Ada satu hal yang sering kita lupakan saat membahas soal imigran dan pencari suaka: bahwa di balik istilah itu, ada manusia. Bukan sekadar “orang asing”, tapi ibu yang lari demi anaknya, ayah yang nekat demi keluarganya, atau bahkan remaja yang melarikan diri karena hidupnya sudah nggak aman di kampung halaman.
Dan banyak dari mereka, setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya tiba di satu tempat: perbatasan antara Amerika Serikat dan Meksiko.
Table of Contents
“Sampai sini… terus gimana?”

Itu mungkin kalimat yang paling banyak muncul di kepala mereka. Karena sesampainya di perbatasan, bukannya langsung dapat bantuan atau kejelasan, yang ada malah keraguan.
AS nggak serta-merta membuka pintu. Bahkan bisa dibilang, pintunya sering tertutup rapat.
Orang-orang ini, yang datang dari Honduras, El Salvador, Guatemala, dan negara lain, nggak selalu tahu prosesnya seperti apa. Yang mereka tahu cuma satu: mereka harus keluar dari tempat asal karena kalau tetap di sana, nyawa mereka bisa terancam.
Sistem yang… ya, rumit banget
Kalau bicara soal prosedur suaka di Amerika, mungkin cuma pengacara imigrasi yang bisa paham seluruhnya. Ada dokumen ini, formulir itu, aplikasi online, antrean wawancara—dan semua itu dalam bahasa yang bukan bahasa ibu mereka.
Pemerintah AS sekarang pakai sistem pendaftaran lewat aplikasi bernama CBP One. Katanya biar lebih tertata. Tapi masalahnya, koneksi internet di kamp pengungsian kadang nggak stabil. Dan kuotanya terbatas. Jadi yang bisa daftar, ya cuma segelintir.
Meksiko jadi “ruang tunggu” yang nggak nyaman
Yang ironis, sebagian besar dari para pencari suaka ini akhirnya ‘nyangkut’ di Meksiko. Bukan karena mau, tapi karena sistemnya memaksa begitu. Program seperti “Remain in Mexico” bikin mereka harus nunggu di sisi Meksiko selama berbulan-bulan, bahkan tahunan.
Kamp pengungsi di kota-kota seperti Tijuana atau Reynosa makin padat. Tenda berdempetan. Sanitasi buruk. Anak-anak tidur tanpa kasur. Orang tua stres. Dan yang paling menyedihkan—mereka tetap belum tahu kapan bisa masuk atau diterima.
Di jalan sebelum perbatasan: perjuangan yang nggak main-main
Sebelum sampai ke garis perbatasan AS-Meksiko, perjalanan mereka sudah lebih dulu menguras segalanya. Banyak yang berjalan kaki dari Amerika Tengah. Melewati gurun, hutan, sungai, bahkan naik kereta barang yang dikenal dengan nama La Bestia.
Dalam perjalanan, ada ancaman dari bandit, kartel narkoba, petugas imigrasi korup, dan alam itu sendiri. Ada juga yang kehilangan anggota keluarga dalam perjalanan. Lelah, lapar, takut… semuanya campur jadi satu.
Anak-anak yang nggak minta dilahirkan di tengah krisis
Di antara ribuan orang itu, ada banyak anak-anak. Bayi yang masih merah, balita yang belum bisa bicara, remaja yang kehilangan masa kecilnya. Sebagian datang tanpa orang tua. Sebagian lain justru dipisahkan saat proses penahanan.
Pernah dengar soal pemisahan keluarga di perbatasan tahun 2018? Itu bukan fiksi. Anak-anak dikurung di fasilitas khusus, tanpa tahu kapan bisa ketemu orang tuanya lagi. Bahkan ada yang lupa bahasa ibunya karena terlalu lama tinggal di tempat penampungan.
Relawan dan organisasi yang jadi cahaya kecil
Di tengah kekacauan itu, ada juga orang-orang baik. Relawan, organisasi HAM, komunitas lokal—mereka semua ikut bantu semampunya. Ada yang buka dapur umum, ada yang bantu pengurusan dokumen, ada yang mendampingi anak-anak supaya nggak stres.
Mereka ini jadi harapan kecil di tengah ketidakpastian besar. Karena kadang, bantuan kecil bisa jadi penentu apakah seseorang bisa bertahan atau menyerah.
AS dan Meksiko: dua negara, banyak kepentingan
Masalahnya, kedua negara ini kadang tarik ulur. Amerika Serikat ingin kontrol ketat, tapi tetap mengaku sebagai negara yang menjunjung HAM. Meksiko nggak mau terlalu jadi tempat parkir, tapi juga nggak punya kekuatan penuh untuk nolak tekanan dari utara.
Akibatnya ya begitu. Kebijakan berubah-ubah. Hari ini bisa, besok nggak. Hari ini boleh lewat sini, besok ditutup. Dan yang jadi korban, lagi-lagi, para pencari suaka itu sendiri.
Beberapa Pertanyaan yang Sering Muncul
Apa pencari suaka langsung diterima saat sampai di perbatasan AS-Meksiko?
Nggak. Ada proses hukum yang panjang, dan belum tentu disetujui. Mereka harus bisa membuktikan ada ancaman nyata di negara asal.
Apakah Meksiko tempat yang aman buat menunggu?
Sebagian besar pencari suaka bilang: nggak juga. Ada yang tetap merasa terancam atau hidup dalam kondisi buruk di kamp-kamp penampungan.
Kenapa anak-anak bisa sampai terpisah dari keluarganya?
Karena kebijakan penahanan imigran di masa lalu, yang memisahkan anak dari orang tuanya agar “diproses terpisah.” Sekarang memang sudah dikurangi, tapi trauma masih tertinggal.
Apakah masih ada harapan buat mereka?
Masih. Tapi bergantung pada banyak faktor: kebijakan pemerintah, solidaritas masyarakat, dan apakah dunia mau benar-benar melihat penderitaan mereka atau tidak.
Kesimpulan
Buat sebagian orang, tinggal di negara yang aman itu hal biasa. Tapi buat mereka yang sedang berdiri di antara pagar pembatas AS-Meksiko, keamanan adalah kemewahan yang belum tentu bisa dimiliki.
Kalau kita bisa melakukan satu hal hari ini, mungkin cukup dengan mengingat bahwa di balik kata “pencari suaka”, ada manusia. Sama seperti kita.
1 Panduan Lengkap Sistem Suaka: Dari Krisis Hingga Perlindungan yang Bermartabat
Leave a Reply